Baru beberapa hari tersadarkan, bahwa rembulan yang saat ini tengah menderang sedang mengingatkan sebuah perkara hati yang mulai sesak. Malam ini, setelah akhirnya menonton video by "Kuliah Psikologi", sang rembulan mulai merasakan ada paku yang telah lama menancap dihatinya, tentang banyak hal. Yah, pantas saja, jika selama ini sering sekali merasakan mood yang tak terkendali, kadang-kadang bahagia sampai tertawa lepas, kadang menangis sendirian di kamar mandi dengan menyalakan air dan bergelap-gelapan, dan setelahnya malu didengar manusia lain. Menangis lepas rasanya menenangkan hati, puas! rasa-rasanya paku itu sedikit demi sedikit tak menancap terlalu dalam (lagi). Tetapi esoknya, ada palu yang berusaha memukulnya berulang kali.
Bermurung ria adalah kebiasaan yang tak elok, tapi menjadi menyenangkan bagi mereka yang sedang merasa dilanda kesengsaraan. Hari ini, sang rembulan sempat mengenang hal yang tidak baik untuk dikenang, tentang imannya, tentang cara bergaulnya dengan para manusia, tentang bisnisnya yang sedang tak terkendali, tentang kisah cintanya yang mulai merenggang (perasaannya). Sebenarnya mulai muak, ingin sekali rasanya berusaha bersyukur dan menghilangkan perasaan negatif itu, tapi tidak! ia tak bisa menangani semua itu sendirian. Hari ini, wajibnya ia sadar diri, bahwa Allah selalu ada, bahwa Allah merindukan keluh kesahnya, bahwa Allah sang maha mendengar, bahwa Allah sang maha mulia lagi maha suci.
Seseorang pernah berkata kepada sang rembulan, "semua kita ini lemah dek, kita hanya harus cukup dapat meyakinkan diri kita sendiri, jika kita ialah hamba dari Tuhan yang maha kuat. Ketika shalat, masih diawali dengan takbir kan? Jika masih, berarti adek hanya cukup meyakinkan diri sendiri, bahwa "Allahu Akbar" memang hanya Allah satu-satunya yang maha besar, sisanya (masalah, tugas, dll) itu kecil. Semangat dek!"
Tidak pantas rasanya seorang hamba lemah menangis meraung-raung tanpa merasa cukup. Ah, harusnya sang rembulan ini berkaca pada Siti Khadijah, yang selalu kuat, berkaca kepada Siti Aisyah yang cerdas, berkaca kepada Siti Fatimah yang amat pemalu. terlebih lagi, berkaca kepada Nabi Muhammad Shallallahu allaihi wassallam yang selalu memperolah ujian dan siksaan saat akan berdakwah. Sang rembulan, entah dakwahnya belum maksimal, ibadanya belum sangat taat namun meminta lebih kepada sang Khalik yang maha mulia
barangkali kita harus selalu merasa cukup dan kemudian bersyukur bahwa masih banyak manusia lain yang sedang mengalami rasa lemah, namun tetap berusaha berlapang dada. Sekian.
Komentar
Posting Komentar